I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditi
perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Di
samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri.
Kakao ini termasuk dalam tumbuhan tahunan (perennial)
berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian
10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari
5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini
dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif. Bunga
kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae
lainnya, tumbuh langsung dari batang (cauliflorous).
Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3cm), tunggal, namun nampak
terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari satu titik tunas.
Perkebunan kakao Indonesia mengalami
perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pada tahun 2005, areal perkebunan
kakao Indonesia tercatat seluas 1.167.046 ha dimana sebagian besar (92,6 %)
dikelola oleh rakyat dan selebihnya 3,3 % perkebunan besar negara serta 4,1 %
perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar
adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utam adalah Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis
kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Keberhasilan
perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa
pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil
menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai
Gading pada tahun 2002.
Agar peroduksi tanaman kakao dapat
memberikan hasil dengan baik, maka lubang pertanaman kakao juga perlu
diperhatikan. Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan
perakaran yang optimal bagi bibit kakao, baik secara fisik, kimia, maupun
biologi. Tanah di lapangan sering terlalu mampat bagi perakaran bibit kakao
untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam
polibag. Karena itu, kondisi yang relatif sama dengan kondisi di pembibitan
perlu disiapkan di lapangan dengan cara mengolah tanah secara minimal atau
dengan cara membuat lubang tanam. Dengan demikian diharapkan tanaman dapat
beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya di lapangan.
1.2 Tujuan
1.
Mahasiswa
mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan lubang tanam
2.
Mengetahui teknik
cara pembuatan lubang tanam
3.
Mahasiswa dapat
menentukan pola tanam dan jarak tanamn yang ideal untuk penanaman kakao di
lapang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kakao
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian
nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa
negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah
dan pengembangan agroindustri. Menurut Balai Penelitian dan Pengembanga ertanian (2006) pada tahun 2002 perkebunan kakao
telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu
kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan
setelah karet dan kelapa sawit. Biji kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk
yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai
sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti
susu, selai, roti, dan lain–lain. Kulit buah dapat difermentasi untuk dijadikan
pakan ternak (Balai Pertanian dan Pengembangan Pertanian, 2006) dalam jurnal
(Ika W, dkk., 2009).
Indonesia
merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai gading dan Ghana (ICCO,
2008) dengan produksi mencapai 779 ribu ton dan luas areal mencapai 1.44 juta
hektar yang tersebar di seluruh propinsi, kecuali DKI Jakarta (Dirjen
Perkebunan, 2007). Petani kakao di Indonesia sekarang diperkirakan berjumlah
1.4 juta rumah tangga, dan umumnya berskala kecil dengan areal berkisar 2
hektar atau kurang, sekalipun di luar Jawa (Anonim, 2008). Kenaikan harga kakao
yang sangat tinggi pada saat terjadinya krisis ekonomi pada akhir 1990an benar-benar
telah membawa berkah tersendiri bagi petani kakao, terutama kawasani Indonesia bagian
Timur. Hal ini membuktikan bahwa kakao di Indonesia telah berkontribusi
signifikan pada pengentasan kemiskinan, terutama di kawasan pedesaan (Amran,
2009).
Pada
tahun 1984 harga kakao mengalami lonjakan cukup tinggi sehingga mampu mendorong
negara0negara produsen untuk memperluas areal perkebunan kakao. Negara-negara
produsen utama kakao adalah pantai gading, Ghana, Malaysia, dan Indonesia.
Dalam kurum waktu 7 tahun ini, laju peningkatan produksi terbesar datang dari
indonesia sekitar 33 %, malaysia sekitas 18,9%, Ghana sekitar 8,16%, dan pantai
gading sekitar 4,72%. Dengan demikian, situasi perKakaoan dunia selalu ditandai
dengan kelebihan produksi (Susanto, 1994).
Dengan
kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka perluasan areal
perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu
mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan
produktivitas yang tinggi. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen
utama kakao dunia dapat menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total
areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,35 juta ha dan mampu
menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao (Goenadi, 2005).
Dalam
rangka merumuskan alternatif strategi pengembangan perkebunan kakao berkelanjutan,
maka melalui kajian prospektif dengan memperhatikan efisiensi sumber daya perkebunan
kakao. Pendekatan prospektif diawali dengan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
pengembangan kakao, selanjutnya dirumuskan arah strategis perkebunan kakao yang
berkelanjutan. Menurut Marijn et al. (2007) menyatakan bahwa efisiensi
produksi,teknik dan ekonomi merupakan penggunaan sumber daya minimal untuk
mendapatkan hasil maksimal dalam pengembangan komoditas yang berkelanjutan ( Sabarman
dan Herman, 2010).
Saat
ini, perluasan areal perkebunan tanaman kakao terus berlanjut. Walaupun tidak
sebesar kurun waktu 1985-1995. Laju perluasan rata-ratadi atas 20% per tahun.
Pada periode 1995-2002, rata-rata pertumbuhan perluasan perkebunan kakao hanya
7,5% per tahun. Pada periode 2002-2010, areal perkebunan kakao diperkirakan
tumbuh dengan laju 2,5 % per tahun. Dengan demikian, total areal perkebunan
kakao diharapkan mencapai 1.105.430 ha dengan total produksi 730.000 ton. Pada
periode 2010-2025, diproyeksikan pertumbuhan areal perkebunan kakao indonesia
berlanjut dengan laju 1,5% per tahun sehingga total arealnya mencapai 1.354.152
ha pada tahun 2005 dengan produksi 1,3 juta ton (Tumpal H. Dkk, 1995)
Berdasarkan
pada kondisi lahan tanaman kakao (umur 3 tahun), tingkat kemiringan lahan
>30% dan curah hujan >2.000 mm/th, maka pemanfaatan lahan menjadi lebih besar
atau dengan luasan ±70%, dan tanaman tegakan rendah/semusim ±30% (Yustika et
al. 1996). Saat ini sudah banyak lahanlahan kosong sudah yang dibuka oleh petani,
diantaranya untuk perkebunan kakao berada pada lahan kritis dengan tingkat
kemiringan di atas 25%, tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air
sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lahan. Salah satu upaya untuk mengurangi
kerusakan lahan tersebut adalah dengan menerapkan sistem usahatani konservasi
(Daswir, 2010).
Penanaman
tanaman kakao di jawa baru dimulai sekitar tahun 1880. Beberapa perkebunan kopi
di jawa tengah milik orang-orang belanda dan disusul oleh perkebunan di jawa
timur mulai melakukan percobaan tanaman kakao. Hal ini disebabkan pada saat itu
Tanaman kopi arabika mengalami kerusakan akibat terserang penyakit karat daun.
Pada tahun 1888, Henry D. Macgilavry yakni orang yang mengenal sifat-sifatbaik
kakao dari venezuela, terutama mengenai mutunya mendatangkan puluhan semaian
kakao jenis baru dari Venezuela, tetapi sangat disayangkan karena yang bertahan
hidup hanya 1 pohon. Pada saat penanaman kakao tersebut mulai menghasilkan,
ternyata hasil buahnya kecil, berbiji gepeng, dan warna kotiledonnya ungu.
Namun tak disangga ternyata setelah biji-biji yang dihasilkan tanaman tersebut
ditanam kembali dapat menghasilkan tanaman yang sehat dengan kondisu biji dan
buah yang besar. Keunggulan lainnya adalah tanaman yang dihasilkan tersebut
tidak disukai hama hellopeltis sp dan
penggerek buah kakao (Wahyudi T,2008)
Anshari
(2002) mengemukakan bahwa karakteristik fisik buah kakao, seperti keras dan
tebal endokarp (lapisan sklerotik) merupakan salah satu faktor yang mendukung
terjadinya ketahanan klon kakao terhadap C. cramerella. Lapisan sklerotik yang
keras dan tebal menyebabkan larva mengalami hambatan dalam melakukan penetrasi
pada saat masuk ke dalam buah dan keluar untuk membentuk pupa, terutama pada
umur buah 3 – 5 bulan. Selain lapisan sklerotik, volume plasenta buah kakao
yang pada klon tahan lebih besar dibandingkan klon rentan, berperanan dapat
mengurangi dampak kerusakan pada biji kakao sehingga secara tidak langsung
sebagai faktor pendukung pada klon kakao tahan (Vien Sartika, 2008).
Untuk
memberikan media pertumbuhan yang baik untuk bibit kakao yang akan ditanam,
pada calon tempat tanaman kakao akan ditanam perlu dibuat lubang tanam dengan
ukuran yang cukup. Jarak tanam
kakao 3 X 3 m atau 4 X 2 m, sedangkan ukuran lubang yang umum dipergunakan adalah 60 X 60 X 60 cm. Lubang tanam dibuat 6
bulan sebelum tanam. Kedalam lubang dapat dimasukan pupuk hijau atau pupuk
kandang. Dengan pembuatan lubang tanam ini, diusahakan agar batu-batu, padas,
dan sisa-sisa akar tidak dimasukan kembali kedalam lubang tanam (James J,
1995).
III. METODOLOGI
3.1
Waktu Dan Tempat
Praktikum
Pembuatan Lubang Tanam pada tanaman kakao di Lapang ini dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 14.00-selesai di
desa Jubung, Rambipuji- Jember.
3.2
Bahan Dan Alat
3.2.1
Bahan
1. Pupuk
organik
3.2.2
Alat
1. Cangkul
2. Sabit
3. sekrup
4. Meteran
3.3
Cara Kerja
1.
Melakukan pembersihan lahan dari gulma, semak belukar dan kayu-kayu kecil,
di lapang dengan menggunaka sabit dan cangkul.
2.
Menentukan titik-titik lubang tanam dengan memperhatikan jarak tanam 3 x 3
m atau sesuai yang diinginkan dengan menggunakan meteran.
3.
Menggali lubang tanam dengan kedalaman 60 x60 x60 cm.
4.
Membiarkan galian lubang tanaman kakao kurang lebih 2-3 bulan dengan cara
membiarkan tanah galian teronggok di sekitar lubang 2-3 bulan.
5.
Melakukan penanaman bibit kakao beserta pemberian pupuk organik dengan
menggunakan sekrup setelah lubang tanam dibiarkan selama 2-3 bulan.
IV. PEMBAHASAN
Tanaman kakao merupakan tanaman
tahunan yang apabila dipelihara dengan baik akan dapat berproduksi baik sampai
umur yang panjang (lebih 30 tahun). Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan
menghindari kegagalan dalam jangka panjang, maka beberapa tahap awal penting
perlu diperhatikan antara lain persyaratan tumbuh, kesesuaian lahan, persiapan
lahan, dan penanamannya merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.
Tanaman kakao
dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, asalkan tanah tersebut mempunyai sifat
fisika dan kimia tanah yang baik. Oleh karena itu, faktor tanah yang perlu
diperhatikan adalah sifat fisika dan sifat kimia tanahnya.
Sifat
Fisika Tanah
Tanah yang ideal untuk tanaman kakao
adalah yang mempunyai daya menahan air dengan baik, serta mempunyai drainase
dan aerasi tanah yang baik, sehingga tidak membatasi pertumbuhan tanaman.
Tanaman kakao menghendaki tanah dengan
solum tanah yang dalam, yang memberikan ruang perakaran yang cukup, dan
ditetapkan kedalaman solum tanah tidak kurang dari 1,50 m (Smyth, 1966).
Walaupun hampir 80% akar tanaman kakao terletak pada kedalaman 20-30 cm,
lapisan tanah yang dapat ditembus akar tunggang harus cukup dalam. Karena
apabila terjadi akar tunggang kerdil atau akar tunggang bengkok, tanaman tidak
berumur panjang dan produksinya cepat menurun (Darmawijaya, 1973)
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman
kakao adalah geluh lempungan (Clay loam), karena ada tekstur tanah yang
demikian pasir, debu, dan lempung akan membentuk agregat yang mantap, yang mempunyai
daya menahan air yang tinggi, tetapi juga dapat dilalui peredaran udara dengan
baik (Darmawijaya, 1973). Pada tanah yang tekstumnya sangat berat pertumbuhan
akar terhambat karena aerasi tanah jelek. Sedangkan tanah pasir memberi peluang
yang baik untuk penestrasi akar ke dalam tanah, tetapi mempunyai daya menahan
air yang jelek, dan hanya dapat disarankan untuk tanaman kakao apabila curah
hujannya tinggi dan terdistribusi merata (Alvim, 1977).
Sifat
Kimia Tanah
Tanaman kakao juga memerlukan tahan dengan
sifat kimia tanah yang baik, yaitu yang mengandung bahan organik tinggi, Phnya
sekitar netral dan kaya akan unsur hara (Beers, 1950).
Bahan organik sangat diperlukan untuk
tanaman kakao (Saleh, 1979), antara lain karena dapat berperan untuk menahan air,
memperbaiki struktur tanah, dan sebagai sumber unsur hara. Untuk tanaman kakao
kandungan bahan organik pada lapisan tanah 0-15 cm tidak boleh kurang dari 3%
(Smyth, 1966). Disebutkan bahwa ada hubungan positif antara kandungan bahan
organik tanah dan produksii kakao meningkat secara linier apabila kandungan
bahan organik meningkat dari 3-6%.
Kemasaman (pH) tanah merupakan faktor
paling penting dan merupakan indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah
(Smyth 1966). Pada pH > 8 (alkalis) menyebabkan khlorosis karena Fe, Mn, Zn,
Cu tidak dapat diserap oleh akar tanaman kakao, sebaliknya pada pH < 4
(masam) terjadi keracunan karena Fe, Mn, Zn, Cu tersedia dalam jumlah yang
berlebihan (Saleh, 1979). Tanaman kakao dapat tumbuh pada pH 4 – 8, tetapi yang
baik adalah sekitar pH 6,0 – 7,0.
Disamping bahan
organik dan pH, Smyth (1966) memberi batasan sifat kimia untuk tanaman kakao
sebagai berikut :
§ Kapasitas
basa tertukar di permukaan tanah tidak kurang dari 12 me/100 gr tanah dan di
lapis bawah tidak kurang dari 5 me/100 gr tanah.
§ Kandungan
bahan organik pada lapisan 0-15 cm tidak kurang dari 3,0%
§ Kejenuhan
basa pada horison di bawah permukaan, tidak boleh kurang dari 3,5%
§ Kandungan
hara yang dapat dipertukarkan pada lapisan 0 – 15 cm cukup, yaitu :
- Ca
tidak kurang dari 8,0 me/100 gr tanah
- Mg
tidak kurang dari 2,0 me/100 gr tanah
- K
tidak kurang dari 0,24 me/100 gr tanah
Untuk memberikan media
pertumbuhan yang baik untuk bibit kakao yang akan ditanam, pada calon tempat
tanaman kakao akan ditanam perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran yang cukup. Sebelum
melakukan penanaman pada tanaman kakao, di wajibkan untuk kita membuat lubang
tanam dahulu untuk tanaman kakao. Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk
menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kakao, baik secara
fisik, kimia, maupun biologi. Tanah di lapangan sering terlalu mampat bagi
perakaran bibit kakao untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari
tanah gembur di dalam polibag. Karena itu, kondisi yang relatif sama dengan
kondisi di pembibitan perlu disiapkan di lapangan dengan cara mengolah tanah
secara minimal atau dengan cara membuat lubang tanam. Dengan demikian
diharapkan tanaman dapat beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya di
lapangan.
Cara pembuatan lubang
tanam pada kakao yang benar, yakni pada umumnya ukuran lubang tanam untuk
tanaman kakao adalah 60 x60 x60 cm. Ukuran ini sudah dianggap memadai untuk
mendukung adaptasi perakaran bibit dengan kondisi lapangan. Namun, ukuran
lubang tanam di tanah-tanah yang teksturnya lebih berat perlu diperbesar agar
perakaran bibit memiliki waktu untuk beradaptasi lebih lama dengan lingkungan
fisik perakaran. Di samping itu, lubang tanam sebaiknya tidak dibuat ketika
tanah dalam keadaan sangat basah, terutama pada tanah bertekstur berat. Dalam
kondisi sangat basah dinding lubang cenderung berlumpur ketika digali dan
memadat ketika kering. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya lapisan kedap yang
bisa menghambat perkembangan perakaran bibit. Selain itu, rembesan air hujan
berlebih keluar dari lubang tanam sehingga kondisi kelembapan tanah di dalam
lubang tanam cenderung berlebihan dan sebaliknya aerasi tanah berkurang.
Menurut literatur yang ada
yakni dari panduan budidaya kakao (2006), Lubang tanam dibuat 6 – 3 bulan
sebelum tanam dengan cara membiarkan tanah galian teronggok di sekitar lubang 2
– 3 bulan. Tindakan ini bertujuan untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi
oksidatif dan unsur-unsur yang bersifat racun (toxic) berubah menjadi tidak
meracuni (non-toxic). Paling lambat sebulan sebelum tanam tanah galian
dikembalikan ke dalam lubang agar kondisi tanah berada dalam keseimbangan
dengan kondisi lingkungan di sekitarnya.
Di dalam pembiaran tanah,
yang masih belum di timbuh ke dalam ubang kakao, tanah di beri bahan organik,
dan dicampur. Menurut Isroi (2008), pemberian bahan organik mempunyai fungsi
untuk menggemburkan tanah, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya
serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan . Kompos
merupakan semua bahan organik yang telah mengalami
degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak
dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani,
2008). Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang
sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan
organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Bahan organik merupakan bahan penting dalam pasokan hara
tanah dan meningkatkan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, dan biologi
tanah. Sekitar dari setengah kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan
organik yang merupakan sumber hara tanaman (Hakim dkk, 1986). Bahan organik
ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3-5%, tetapi
pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Syarat tanah sebagai media
tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang
baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat
aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik.
(Hardjowigeno, 1993) menjelaskan pengaruh bahan organik terhadap tanah dan
pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut : i. Granulator yaitu memperbaiki
struktur tanah, ii. Sumber unsur hara bagi tanaman, iii. Menambah kemampuan
tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi), iv.
Sumber energi bagi mikroorganisme, dan v. Menambah kemampuan tanah untuk
menahan air. Seperti tanaman lainnya, tanah tempat tumbuh tanaman kakao juga
memerlukan bahan organik, agar dapat tumbuh dengan baik memerlukan bahan
organik sebesar 3,5% pada kedalaman 0-15 cm.
Bintara (2007) mengatakan
bahwa Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada
masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm
sebaiknya lebih dari 3%. Kadar tersebut setara dengan 1,75% unsur karbon yang
dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Usaha
meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa
pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Kulit tanaman kakao sangat
potensial dijadikan sumber hara karena mengndung sejumlah unsur hara, setiap
900 kg kulit buah kakao dapat menghasilkan unsur hara setara dengan 29 kg urea,
9 kg RP, 56,6 kg KCl dan 8 kg Kieserit.
Dalam pembuatan lobang
kakao, lapisan tanah topsoil dan subsoil digali dan dipisahkan. Selanjutnya
tanah top soil dicampur dengan bahan organik. Setelah itu tanah didiamkan
selama 2-3 bulan. Hal ini dilakukan agar bahan organik yang diberikan dapat
terdekomposisi sehingga menurunkan C/N ratio. Saat C/N ratio mencapai 20 – 12
maka nutrisi akan bisa diserap oleh tanaman, jika lebih besar dari itu, maka
tanaman tidak dapat menyerap nutrisi. Tanaman tidak dapat menyerap nutrisi
karena nutrisi yang ada pada bahan organik masih dimanfaarkan oleh mikroba.
Setelah
tiga bulan, bibit tanaman ditanam dengan top soil diletakan dibagian bawah dan
subsoil dibagian atas. Hal ini dilakukan agar akar tanaman yang berada di bawah
dapat menyerap unsur hara yang berasal dari dekomposisi bahan organik. Untuk
selanjutnya tanah subsoil akan menerima bahan organik yang berasal dari gulma
maupun seresah daun tanaman kakao, begitu seterusnya sehingga jumlah bahan
organik tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Amran A, 2009. Studi
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi Dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) Di
Kabupaten.
Daswir, 2010. Peran Seraiwangi Sebagai Tanaman
Konservasi Pada Pertanaman Kakao Di Lahan Kritis. Bul. Littro. Vol. 21 No. 2, 2010, 117 – 128
Goenadi. H.D., B. Baon, Herman, dan A. Purwoto.
2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. 27 hlm.
Ika W., dkk., 2009. Pengelolaan Pemangkasan Tanaman
Kakao (Theobroma Cacao L.) Di Kebun Rumpun Sari Antan I, Pt Sumber Abadi
Tirtasantosa, Cilacap, Jawa Tengah. Makalah
Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura.
James J, 1995. Komoditi
Kakao Peranan dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius.
Sabarman dan Herman, 2010. Prospek dan Strategi
Pengembangan Perkebunan Kakao Berkelanjutan di Sumatera Barat. Perspektif Vol. 9 No. 2 / Desember 2010. Hlm
94-105. ISSN: 1412-8004.
Susanto, 1994. Tanaman
Kakao Budidaya dan pengolahan hasil). Kanisius.
Tumpal H. Dkk, 1995. Budidaya Cokelat. Peneber Swadaya
Vien Sartika,2008. Uji Ketahanan Beberapa Klon
Kakao (Theobroma Cacao L.) Terhadap
Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella Sn. (Lepidoptera: Gracillaridae). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan
Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan.
Wahyudi T,2008. Kakao.
Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar