Selasa, 06 November 2012

PEMBUATAN LUBANG TANAM PADA TANAMAN KAKAO DI LAPANG


I. PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditi perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.
Kakao ini termasuk dalam tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif. Bunga kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh langsung dari batang (cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3cm), tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari satu titik tunas.
Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pada tahun 2005, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1.167.046 ha dimana sebagian besar (92,6 %) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 3,3 % perkebunan besar negara serta 4,1 % perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utam adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading pada tahun 2002.
            Agar peroduksi tanaman kakao dapat memberikan hasil dengan baik, maka lubang pertanaman kakao juga perlu diperhatikan. Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kakao, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Tanah di lapangan sering terlalu mampat bagi perakaran bibit kakao untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Karena itu, kondisi yang relatif sama dengan kondisi di pembibitan perlu disiapkan di lapangan dengan cara mengolah tanah secara minimal atau dengan cara membuat lubang tanam. Dengan demikian diharapkan tanaman dapat beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya di lapangan.

1.2 Tujuan
1.        Mahasiswa mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan lubang tanam
2.        Mengetahui teknik cara pembuatan lubang tanam
3.        Mahasiswa dapat menentukan pola tanam dan jarak tanamn yang ideal untuk penanaman kakao di lapang.



II. TINJAUAN PUSTAKA
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Menurut Balai Penelitian dan Pengembanga  ertanian (2006) pada tahun 2002 perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit. Biji kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai, roti, dan lain–lain. Kulit buah dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak (Balai Pertanian dan Pengembangan Pertanian, 2006) dalam jurnal (Ika W, dkk., 2009).
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai gading dan Ghana (ICCO, 2008) dengan produksi mencapai 779 ribu ton dan luas areal mencapai 1.44 juta hektar yang tersebar di seluruh propinsi, kecuali DKI Jakarta (Dirjen Perkebunan, 2007). Petani kakao di Indonesia sekarang diperkirakan berjumlah 1.4 juta rumah tangga, dan umumnya berskala kecil dengan areal berkisar 2 hektar atau kurang, sekalipun di luar Jawa (Anonim, 2008). Kenaikan harga kakao yang sangat tinggi pada saat terjadinya krisis ekonomi pada akhir 1990an benar-benar telah membawa berkah tersendiri bagi petani kakao, terutama kawasani Indonesia bagian Timur. Hal ini membuktikan bahwa kakao di Indonesia telah berkontribusi signifikan pada pengentasan kemiskinan, terutama di kawasan pedesaan (Amran, 2009).
Pada tahun 1984 harga kakao mengalami lonjakan cukup tinggi sehingga mampu mendorong negara0negara produsen untuk memperluas areal perkebunan kakao. Negara-negara produsen utama kakao adalah pantai gading, Ghana, Malaysia, dan Indonesia. Dalam kurum waktu 7 tahun ini, laju peningkatan produksi terbesar datang dari indonesia sekitar 33 %, malaysia sekitas 18,9%, Ghana sekitar 8,16%, dan pantai gading sekitar 4,72%. Dengan demikian, situasi perKakaoan dunia selalu ditandai dengan kelebihan produksi (Susanto, 1994).
Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia dapat menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,35 juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao (Goenadi, 2005).
Dalam rangka merumuskan alternatif strategi pengembangan perkebunan kakao berkelanjutan, maka melalui kajian prospektif dengan memperhatikan efisiensi sumber daya perkebunan kakao. Pendekatan prospektif diawali dengan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kakao, selanjutnya dirumuskan arah strategis perkebunan kakao yang berkelanjutan. Menurut Marijn et al. (2007) menyatakan bahwa efisiensi produksi,teknik dan ekonomi merupakan penggunaan sumber daya minimal untuk mendapatkan hasil maksimal dalam pengembangan komoditas yang berkelanjutan ( Sabarman dan Herman, 2010).
Saat ini, perluasan areal perkebunan tanaman kakao terus berlanjut. Walaupun tidak sebesar kurun waktu 1985-1995. Laju perluasan rata-ratadi atas 20% per tahun. Pada periode 1995-2002, rata-rata pertumbuhan perluasan perkebunan kakao hanya 7,5% per tahun. Pada periode 2002-2010, areal perkebunan kakao diperkirakan tumbuh dengan laju 2,5 % per tahun. Dengan demikian, total areal perkebunan kakao diharapkan mencapai 1.105.430 ha dengan total produksi 730.000 ton. Pada periode 2010-2025, diproyeksikan pertumbuhan areal perkebunan kakao indonesia berlanjut dengan laju 1,5% per tahun sehingga total arealnya mencapai 1.354.152 ha pada tahun 2005 dengan produksi 1,3 juta ton (Tumpal H. Dkk, 1995)
Berdasarkan pada kondisi lahan tanaman kakao (umur 3 tahun), tingkat kemiringan lahan >30% dan curah hujan >2.000 mm/th, maka pemanfaatan lahan menjadi lebih besar atau dengan luasan ±70%, dan tanaman tegakan rendah/semusim ±30% (Yustika et al. 1996). Saat ini sudah banyak lahanlahan kosong sudah yang dibuka oleh petani, diantaranya untuk perkebunan kakao berada pada lahan kritis dengan tingkat kemiringan di atas 25%, tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lahan. Salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan lahan tersebut adalah dengan menerapkan sistem usahatani konservasi (Daswir, 2010).
Penanaman tanaman kakao di jawa baru dimulai sekitar tahun 1880. Beberapa perkebunan kopi di jawa tengah milik orang-orang belanda dan disusul oleh perkebunan di jawa timur mulai melakukan percobaan tanaman kakao. Hal ini disebabkan pada saat itu Tanaman kopi arabika mengalami kerusakan akibat terserang penyakit karat daun. Pada tahun 1888, Henry D. Macgilavry yakni orang yang mengenal sifat-sifatbaik kakao dari venezuela, terutama mengenai mutunya mendatangkan puluhan semaian kakao jenis baru dari Venezuela, tetapi sangat disayangkan karena yang bertahan hidup hanya 1 pohon. Pada saat penanaman kakao tersebut mulai menghasilkan, ternyata hasil buahnya kecil, berbiji gepeng, dan warna kotiledonnya ungu. Namun tak disangga ternyata setelah biji-biji yang dihasilkan tanaman tersebut ditanam kembali dapat menghasilkan tanaman yang sehat dengan kondisu biji dan buah yang besar. Keunggulan lainnya adalah tanaman yang dihasilkan tersebut tidak disukai hama hellopeltis sp dan penggerek buah kakao (Wahyudi T,2008)
Anshari (2002) mengemukakan bahwa karakteristik fisik buah kakao, seperti keras dan tebal endokarp (lapisan sklerotik) merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya ketahanan klon kakao terhadap C. cramerella. Lapisan sklerotik yang keras dan tebal menyebabkan larva mengalami hambatan dalam melakukan penetrasi pada saat masuk ke dalam buah dan keluar untuk membentuk pupa, terutama pada umur buah 3 – 5 bulan. Selain lapisan sklerotik, volume plasenta buah kakao yang pada klon tahan lebih besar dibandingkan klon rentan, berperanan dapat mengurangi dampak kerusakan pada biji kakao sehingga secara tidak langsung sebagai faktor pendukung pada klon kakao tahan (Vien Sartika, 2008).
Untuk memberikan media pertumbuhan yang baik untuk bibit kakao yang akan ditanam, pada calon tempat tanaman kakao akan ditanam perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran yang cukup.          Jarak tanam kakao 3 X 3 m atau 4 X 2 m, sedangkan ukuran lubang yang umum dipergunakan  adalah 60 X 60 X 60 cm. Lubang tanam dibuat 6 bulan sebelum tanam. Kedalam lubang dapat dimasukan pupuk hijau atau pupuk kandang. Dengan pembuatan lubang tanam ini, diusahakan agar batu-batu, padas, dan sisa-sisa akar tidak dimasukan kembali kedalam lubang tanam (James J, 1995).

III. METODOLOGI

3.1 Waktu Dan Tempat
            Praktikum Pembuatan Lubang Tanam pada tanaman kakao di Lapang ini   dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 14.00-selesai di desa Jubung, Rambipuji- Jember.

3.2 Bahan Dan Alat
3.2.1 Bahan
1.    Pupuk organik

3.2.2 Alat
1.    Cangkul
2.    Sabit
3.    sekrup
4.    Meteran

3.3 Cara Kerja
1.    Melakukan pembersihan lahan dari gulma, semak belukar dan kayu-kayu kecil, di lapang dengan menggunaka sabit dan cangkul.
2.    Menentukan titik-titik lubang tanam dengan memperhatikan jarak tanam 3 x 3 m atau sesuai yang diinginkan dengan menggunakan meteran.
3.    Menggali lubang tanam dengan kedalaman 60 x60 x60 cm.
4.    Membiarkan galian lubang tanaman kakao kurang lebih 2-3 bulan dengan cara membiarkan tanah galian teronggok di sekitar lubang 2-3 bulan.
5.    Melakukan penanaman bibit kakao beserta pemberian pupuk organik dengan menggunakan sekrup setelah lubang tanam dibiarkan selama 2-3 bulan.

IV. PEMBAHASAN

Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang apabila dipelihara dengan baik akan dapat berproduksi baik sampai umur yang panjang (lebih 30 tahun). Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan menghindari kegagalan dalam jangka panjang, maka beberapa tahap awal penting perlu diperhatikan antara lain persyaratan tumbuh, kesesuaian lahan, persiapan lahan, dan penanamannya merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, asalkan tanah tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia tanah yang baik. Oleh karena itu, faktor tanah yang perlu diperhatikan adalah sifat fisika dan sifat kimia tanahnya.
Sifat Fisika Tanah
Tanah yang ideal untuk tanaman kakao adalah yang mempunyai daya menahan air dengan baik, serta mempunyai drainase dan aerasi tanah yang baik, sehingga tidak membatasi pertumbuhan tanaman.
Tanaman kakao menghendaki tanah dengan solum tanah yang dalam, yang memberikan ruang perakaran yang cukup, dan ditetapkan kedalaman solum tanah tidak kurang dari 1,50 m (Smyth, 1966). Walaupun hampir 80% akar tanaman kakao terletak pada kedalaman 20-30 cm, lapisan tanah yang dapat ditembus akar tunggang harus cukup dalam. Karena apabila terjadi akar tunggang kerdil atau akar tunggang bengkok, tanaman tidak berumur panjang dan produksinya cepat menurun (Darmawijaya, 1973)
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah geluh lempungan (Clay loam), karena ada tekstur tanah yang demikian pasir, debu, dan lempung akan membentuk agregat yang mantap, yang mempunyai daya menahan air yang tinggi, tetapi juga dapat dilalui peredaran udara dengan baik (Darmawijaya, 1973). Pada tanah yang tekstumnya sangat berat pertumbuhan akar terhambat karena aerasi tanah jelek. Sedangkan tanah pasir memberi peluang yang baik untuk penestrasi akar ke dalam tanah, tetapi mempunyai daya menahan air yang jelek, dan hanya dapat disarankan untuk tanaman kakao apabila curah hujannya tinggi dan terdistribusi merata (Alvim, 1977).
Sifat Kimia Tanah
Tanaman kakao juga memerlukan tahan dengan sifat kimia tanah yang baik, yaitu yang mengandung bahan organik tinggi, Phnya sekitar netral dan kaya akan unsur hara (Beers, 1950).
Bahan organik sangat diperlukan untuk tanaman kakao (Saleh, 1979), antara lain karena dapat berperan untuk menahan air, memperbaiki struktur tanah, dan sebagai sumber unsur hara. Untuk tanaman kakao kandungan bahan organik pada lapisan tanah 0-15 cm tidak boleh kurang dari 3% (Smyth, 1966). Disebutkan bahwa ada hubungan positif antara kandungan bahan organik tanah dan produksii kakao meningkat secara linier apabila kandungan bahan organik meningkat dari 3-6%.
Kemasaman (pH) tanah merupakan faktor paling penting dan merupakan indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah (Smyth 1966). Pada pH > 8 (alkalis) menyebabkan khlorosis karena Fe, Mn, Zn, Cu tidak dapat diserap oleh akar tanaman kakao, sebaliknya pada pH < 4 (masam) terjadi keracunan karena Fe, Mn, Zn, Cu tersedia dalam jumlah yang berlebihan (Saleh, 1979). Tanaman kakao dapat tumbuh pada pH 4 – 8, tetapi yang baik adalah sekitar pH 6,0 – 7,0.
Disamping bahan organik dan pH, Smyth (1966) memberi batasan sifat kimia untuk tanaman kakao sebagai berikut :
§  Kapasitas basa tertukar di permukaan tanah tidak kurang dari 12 me/100 gr tanah dan di lapis bawah tidak kurang dari 5 me/100 gr tanah.
§  Kandungan bahan organik pada lapisan 0-15 cm tidak kurang dari 3,0%
§  Kejenuhan basa pada horison di bawah permukaan, tidak boleh kurang dari 3,5%
§  Kandungan hara yang dapat dipertukarkan pada lapisan 0 – 15 cm cukup, yaitu :
-       Ca tidak kurang dari 8,0 me/100 gr tanah
-       Mg tidak kurang dari 2,0 me/100 gr tanah
-       K tidak kurang dari 0,24 me/100 gr tanah

            Untuk memberikan media pertumbuhan yang baik untuk bibit kakao yang akan ditanam, pada calon tempat tanaman kakao akan ditanam perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran yang cukup. Sebelum melakukan penanaman pada tanaman kakao, di wajibkan untuk kita membuat lubang tanam dahulu untuk tanaman kakao. Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kakao, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Tanah di lapangan sering terlalu mampat bagi perakaran bibit kakao untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Karena itu, kondisi yang relatif sama dengan kondisi di pembibitan perlu disiapkan di lapangan dengan cara mengolah tanah secara minimal atau dengan cara membuat lubang tanam. Dengan demikian diharapkan tanaman dapat beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya di lapangan.
            Cara pembuatan lubang tanam pada kakao yang benar, yakni pada umumnya ukuran lubang tanam untuk tanaman kakao adalah 60 x60 x60 cm. Ukuran ini sudah dianggap memadai untuk mendukung adaptasi perakaran bibit dengan kondisi lapangan. Namun, ukuran lubang tanam di tanah-tanah yang teksturnya lebih berat perlu diperbesar agar perakaran bibit memiliki waktu untuk beradaptasi lebih lama dengan lingkungan fisik perakaran. Di samping itu, lubang tanam sebaiknya tidak dibuat ketika tanah dalam keadaan sangat basah, terutama pada tanah bertekstur berat. Dalam kondisi sangat basah dinding lubang cenderung berlumpur ketika digali dan memadat ketika kering. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya lapisan kedap yang bisa menghambat perkembangan perakaran bibit. Selain itu, rembesan air hujan berlebih keluar dari lubang tanam sehingga kondisi kelembapan tanah di dalam lubang tanam cenderung berlebihan dan sebaliknya aerasi tanah berkurang.
            Menurut literatur yang ada yakni dari panduan budidaya kakao (2006), Lubang tanam dibuat 6 – 3 bulan sebelum tanam dengan cara membiarkan tanah galian teronggok di sekitar lubang 2 – 3 bulan. Tindakan ini bertujuan untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan unsur-unsur yang bersifat racun (toxic) berubah menjadi tidak meracuni (non-toxic). Paling lambat sebulan sebelum tanam tanah galian dikembalikan ke dalam lubang agar kondisi tanah berada dalam keseimbangan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya.
            Di dalam pembiaran tanah, yang masih belum di timbuh ke dalam ubang kakao, tanah di beri bahan organik, dan dicampur. Menurut Isroi (2008), pemberian bahan organik mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan . Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani, 2008). Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Bahan organik merupakan bahan penting dalam pasokan hara tanah dan meningkatkan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, dan biologi tanah. Sekitar dari setengah kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik yang merupakan sumber hara tanaman (Hakim dkk, 1986). Bahan organik ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. (Hardjowigeno, 1993) menjelaskan pengaruh bahan organik terhadap tanah dan pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut : i. Granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, ii. Sumber unsur hara bagi tanaman, iii. Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi), iv. Sumber energi bagi mikroorganisme, dan v. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air. Seperti tanaman lainnya, tanah tempat tumbuh tanaman kakao juga memerlukan bahan organik, agar dapat tumbuh dengan baik memerlukan bahan organik sebesar 3,5% pada kedalaman 0-15 cm.
            Bintara (2007) mengatakan bahwa Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm sebaiknya lebih dari 3%. Kadar tersebut setara dengan 1,75% unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Kulit tanaman kakao sangat potensial dijadikan sumber hara karena mengndung sejumlah unsur hara, setiap 900 kg kulit buah kakao dapat menghasilkan unsur hara setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg KCl dan 8 kg Kieserit.
            Dalam pembuatan lobang kakao, lapisan tanah topsoil dan subsoil digali dan dipisahkan. Selanjutnya tanah top soil dicampur dengan bahan organik. Setelah itu tanah didiamkan selama 2-3 bulan. Hal ini dilakukan agar bahan organik yang diberikan dapat terdekomposisi sehingga menurunkan C/N ratio. Saat C/N ratio mencapai 20 – 12 maka nutrisi akan bisa diserap oleh tanaman, jika lebih besar dari itu, maka tanaman tidak dapat menyerap nutrisi. Tanaman tidak dapat menyerap nutrisi karena nutrisi yang ada pada bahan organik masih dimanfaarkan oleh mikroba.
            Setelah tiga bulan, bibit tanaman ditanam dengan top soil diletakan dibagian bawah dan subsoil dibagian atas. Hal ini dilakukan agar akar tanaman yang berada di bawah dapat menyerap unsur hara yang berasal dari dekomposisi bahan organik. Untuk selanjutnya tanah subsoil akan menerima bahan organik yang berasal dari gulma maupun seresah daun tanaman kakao, begitu seterusnya sehingga jumlah bahan organik tetap terjaga.





DAFTAR PUSTAKA
Amran A, 2009. Studi Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi Dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) Di Kabupaten.

Daswir, 2010. Peran Seraiwangi Sebagai Tanaman Konservasi Pada Pertanaman Kakao Di Lahan Kritis. Bul. Littro. Vol. 21 No. 2, 2010, 117 – 128

Goenadi. H.D., B. Baon, Herman, dan A. Purwoto. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. 27 hlm.

Ika W., dkk., 2009. Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Kakao (Theobroma Cacao L.) Di Kebun Rumpun Sari Antan I, Pt Sumber Abadi Tirtasantosa, Cilacap, Jawa Tengah. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura.

James J, 1995. Komoditi Kakao Peranan dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius.

Sabarman dan Herman, 2010. Prospek dan Strategi Pengembangan Perkebunan Kakao Berkelanjutan di Sumatera Barat. Perspektif Vol. 9 No. 2 / Desember 2010. Hlm 94-105. ISSN: 1412-8004.

Susanto, 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan pengolahan hasil). Kanisius.

Tumpal H. Dkk, 1995. Budidaya Cokelat. Peneber Swadaya

Vien Sartika,2008. Uji Ketahanan Beberapa Klon Kakao (Theobroma Cacao L.) Terhadap Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella Sn. (Lepidoptera: Gracillaridae). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan.

Wahyudi T,2008. Kakao. Kanisius


Tidak ada komentar:

Posting Komentar