Selasa, 06 November 2012

PEMBUATAN LUBANG TANAM PADA TANAMAN KAKAO DI LAPANG


I. PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditi perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.
Kakao ini termasuk dalam tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif. Bunga kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh langsung dari batang (cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3cm), tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari satu titik tunas.
Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pada tahun 2005, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1.167.046 ha dimana sebagian besar (92,6 %) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 3,3 % perkebunan besar negara serta 4,1 % perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utam adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading pada tahun 2002.
            Agar peroduksi tanaman kakao dapat memberikan hasil dengan baik, maka lubang pertanaman kakao juga perlu diperhatikan. Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kakao, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Tanah di lapangan sering terlalu mampat bagi perakaran bibit kakao untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Karena itu, kondisi yang relatif sama dengan kondisi di pembibitan perlu disiapkan di lapangan dengan cara mengolah tanah secara minimal atau dengan cara membuat lubang tanam. Dengan demikian diharapkan tanaman dapat beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya di lapangan.

1.2 Tujuan
1.        Mahasiswa mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan lubang tanam
2.        Mengetahui teknik cara pembuatan lubang tanam
3.        Mahasiswa dapat menentukan pola tanam dan jarak tanamn yang ideal untuk penanaman kakao di lapang.



II. TINJAUAN PUSTAKA
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Menurut Balai Penelitian dan Pengembanga  ertanian (2006) pada tahun 2002 perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit. Biji kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai, roti, dan lain–lain. Kulit buah dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak (Balai Pertanian dan Pengembangan Pertanian, 2006) dalam jurnal (Ika W, dkk., 2009).
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai gading dan Ghana (ICCO, 2008) dengan produksi mencapai 779 ribu ton dan luas areal mencapai 1.44 juta hektar yang tersebar di seluruh propinsi, kecuali DKI Jakarta (Dirjen Perkebunan, 2007). Petani kakao di Indonesia sekarang diperkirakan berjumlah 1.4 juta rumah tangga, dan umumnya berskala kecil dengan areal berkisar 2 hektar atau kurang, sekalipun di luar Jawa (Anonim, 2008). Kenaikan harga kakao yang sangat tinggi pada saat terjadinya krisis ekonomi pada akhir 1990an benar-benar telah membawa berkah tersendiri bagi petani kakao, terutama kawasani Indonesia bagian Timur. Hal ini membuktikan bahwa kakao di Indonesia telah berkontribusi signifikan pada pengentasan kemiskinan, terutama di kawasan pedesaan (Amran, 2009).
Pada tahun 1984 harga kakao mengalami lonjakan cukup tinggi sehingga mampu mendorong negara0negara produsen untuk memperluas areal perkebunan kakao. Negara-negara produsen utama kakao adalah pantai gading, Ghana, Malaysia, dan Indonesia. Dalam kurum waktu 7 tahun ini, laju peningkatan produksi terbesar datang dari indonesia sekitar 33 %, malaysia sekitas 18,9%, Ghana sekitar 8,16%, dan pantai gading sekitar 4,72%. Dengan demikian, situasi perKakaoan dunia selalu ditandai dengan kelebihan produksi (Susanto, 1994).
Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia dapat menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,35 juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao (Goenadi, 2005).
Dalam rangka merumuskan alternatif strategi pengembangan perkebunan kakao berkelanjutan, maka melalui kajian prospektif dengan memperhatikan efisiensi sumber daya perkebunan kakao. Pendekatan prospektif diawali dengan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kakao, selanjutnya dirumuskan arah strategis perkebunan kakao yang berkelanjutan. Menurut Marijn et al. (2007) menyatakan bahwa efisiensi produksi,teknik dan ekonomi merupakan penggunaan sumber daya minimal untuk mendapatkan hasil maksimal dalam pengembangan komoditas yang berkelanjutan ( Sabarman dan Herman, 2010).
Saat ini, perluasan areal perkebunan tanaman kakao terus berlanjut. Walaupun tidak sebesar kurun waktu 1985-1995. Laju perluasan rata-ratadi atas 20% per tahun. Pada periode 1995-2002, rata-rata pertumbuhan perluasan perkebunan kakao hanya 7,5% per tahun. Pada periode 2002-2010, areal perkebunan kakao diperkirakan tumbuh dengan laju 2,5 % per tahun. Dengan demikian, total areal perkebunan kakao diharapkan mencapai 1.105.430 ha dengan total produksi 730.000 ton. Pada periode 2010-2025, diproyeksikan pertumbuhan areal perkebunan kakao indonesia berlanjut dengan laju 1,5% per tahun sehingga total arealnya mencapai 1.354.152 ha pada tahun 2005 dengan produksi 1,3 juta ton (Tumpal H. Dkk, 1995)
Berdasarkan pada kondisi lahan tanaman kakao (umur 3 tahun), tingkat kemiringan lahan >30% dan curah hujan >2.000 mm/th, maka pemanfaatan lahan menjadi lebih besar atau dengan luasan ±70%, dan tanaman tegakan rendah/semusim ±30% (Yustika et al. 1996). Saat ini sudah banyak lahanlahan kosong sudah yang dibuka oleh petani, diantaranya untuk perkebunan kakao berada pada lahan kritis dengan tingkat kemiringan di atas 25%, tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lahan. Salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan lahan tersebut adalah dengan menerapkan sistem usahatani konservasi (Daswir, 2010).
Penanaman tanaman kakao di jawa baru dimulai sekitar tahun 1880. Beberapa perkebunan kopi di jawa tengah milik orang-orang belanda dan disusul oleh perkebunan di jawa timur mulai melakukan percobaan tanaman kakao. Hal ini disebabkan pada saat itu Tanaman kopi arabika mengalami kerusakan akibat terserang penyakit karat daun. Pada tahun 1888, Henry D. Macgilavry yakni orang yang mengenal sifat-sifatbaik kakao dari venezuela, terutama mengenai mutunya mendatangkan puluhan semaian kakao jenis baru dari Venezuela, tetapi sangat disayangkan karena yang bertahan hidup hanya 1 pohon. Pada saat penanaman kakao tersebut mulai menghasilkan, ternyata hasil buahnya kecil, berbiji gepeng, dan warna kotiledonnya ungu. Namun tak disangga ternyata setelah biji-biji yang dihasilkan tanaman tersebut ditanam kembali dapat menghasilkan tanaman yang sehat dengan kondisu biji dan buah yang besar. Keunggulan lainnya adalah tanaman yang dihasilkan tersebut tidak disukai hama hellopeltis sp dan penggerek buah kakao (Wahyudi T,2008)
Anshari (2002) mengemukakan bahwa karakteristik fisik buah kakao, seperti keras dan tebal endokarp (lapisan sklerotik) merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya ketahanan klon kakao terhadap C. cramerella. Lapisan sklerotik yang keras dan tebal menyebabkan larva mengalami hambatan dalam melakukan penetrasi pada saat masuk ke dalam buah dan keluar untuk membentuk pupa, terutama pada umur buah 3 – 5 bulan. Selain lapisan sklerotik, volume plasenta buah kakao yang pada klon tahan lebih besar dibandingkan klon rentan, berperanan dapat mengurangi dampak kerusakan pada biji kakao sehingga secara tidak langsung sebagai faktor pendukung pada klon kakao tahan (Vien Sartika, 2008).
Untuk memberikan media pertumbuhan yang baik untuk bibit kakao yang akan ditanam, pada calon tempat tanaman kakao akan ditanam perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran yang cukup.          Jarak tanam kakao 3 X 3 m atau 4 X 2 m, sedangkan ukuran lubang yang umum dipergunakan  adalah 60 X 60 X 60 cm. Lubang tanam dibuat 6 bulan sebelum tanam. Kedalam lubang dapat dimasukan pupuk hijau atau pupuk kandang. Dengan pembuatan lubang tanam ini, diusahakan agar batu-batu, padas, dan sisa-sisa akar tidak dimasukan kembali kedalam lubang tanam (James J, 1995).

III. METODOLOGI

3.1 Waktu Dan Tempat
            Praktikum Pembuatan Lubang Tanam pada tanaman kakao di Lapang ini   dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 14.00-selesai di desa Jubung, Rambipuji- Jember.

3.2 Bahan Dan Alat
3.2.1 Bahan
1.    Pupuk organik

3.2.2 Alat
1.    Cangkul
2.    Sabit
3.    sekrup
4.    Meteran

3.3 Cara Kerja
1.    Melakukan pembersihan lahan dari gulma, semak belukar dan kayu-kayu kecil, di lapang dengan menggunaka sabit dan cangkul.
2.    Menentukan titik-titik lubang tanam dengan memperhatikan jarak tanam 3 x 3 m atau sesuai yang diinginkan dengan menggunakan meteran.
3.    Menggali lubang tanam dengan kedalaman 60 x60 x60 cm.
4.    Membiarkan galian lubang tanaman kakao kurang lebih 2-3 bulan dengan cara membiarkan tanah galian teronggok di sekitar lubang 2-3 bulan.
5.    Melakukan penanaman bibit kakao beserta pemberian pupuk organik dengan menggunakan sekrup setelah lubang tanam dibiarkan selama 2-3 bulan.

IV. PEMBAHASAN

Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang apabila dipelihara dengan baik akan dapat berproduksi baik sampai umur yang panjang (lebih 30 tahun). Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan menghindari kegagalan dalam jangka panjang, maka beberapa tahap awal penting perlu diperhatikan antara lain persyaratan tumbuh, kesesuaian lahan, persiapan lahan, dan penanamannya merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, asalkan tanah tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia tanah yang baik. Oleh karena itu, faktor tanah yang perlu diperhatikan adalah sifat fisika dan sifat kimia tanahnya.
Sifat Fisika Tanah
Tanah yang ideal untuk tanaman kakao adalah yang mempunyai daya menahan air dengan baik, serta mempunyai drainase dan aerasi tanah yang baik, sehingga tidak membatasi pertumbuhan tanaman.
Tanaman kakao menghendaki tanah dengan solum tanah yang dalam, yang memberikan ruang perakaran yang cukup, dan ditetapkan kedalaman solum tanah tidak kurang dari 1,50 m (Smyth, 1966). Walaupun hampir 80% akar tanaman kakao terletak pada kedalaman 20-30 cm, lapisan tanah yang dapat ditembus akar tunggang harus cukup dalam. Karena apabila terjadi akar tunggang kerdil atau akar tunggang bengkok, tanaman tidak berumur panjang dan produksinya cepat menurun (Darmawijaya, 1973)
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah geluh lempungan (Clay loam), karena ada tekstur tanah yang demikian pasir, debu, dan lempung akan membentuk agregat yang mantap, yang mempunyai daya menahan air yang tinggi, tetapi juga dapat dilalui peredaran udara dengan baik (Darmawijaya, 1973). Pada tanah yang tekstumnya sangat berat pertumbuhan akar terhambat karena aerasi tanah jelek. Sedangkan tanah pasir memberi peluang yang baik untuk penestrasi akar ke dalam tanah, tetapi mempunyai daya menahan air yang jelek, dan hanya dapat disarankan untuk tanaman kakao apabila curah hujannya tinggi dan terdistribusi merata (Alvim, 1977).
Sifat Kimia Tanah
Tanaman kakao juga memerlukan tahan dengan sifat kimia tanah yang baik, yaitu yang mengandung bahan organik tinggi, Phnya sekitar netral dan kaya akan unsur hara (Beers, 1950).
Bahan organik sangat diperlukan untuk tanaman kakao (Saleh, 1979), antara lain karena dapat berperan untuk menahan air, memperbaiki struktur tanah, dan sebagai sumber unsur hara. Untuk tanaman kakao kandungan bahan organik pada lapisan tanah 0-15 cm tidak boleh kurang dari 3% (Smyth, 1966). Disebutkan bahwa ada hubungan positif antara kandungan bahan organik tanah dan produksii kakao meningkat secara linier apabila kandungan bahan organik meningkat dari 3-6%.
Kemasaman (pH) tanah merupakan faktor paling penting dan merupakan indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah (Smyth 1966). Pada pH > 8 (alkalis) menyebabkan khlorosis karena Fe, Mn, Zn, Cu tidak dapat diserap oleh akar tanaman kakao, sebaliknya pada pH < 4 (masam) terjadi keracunan karena Fe, Mn, Zn, Cu tersedia dalam jumlah yang berlebihan (Saleh, 1979). Tanaman kakao dapat tumbuh pada pH 4 – 8, tetapi yang baik adalah sekitar pH 6,0 – 7,0.
Disamping bahan organik dan pH, Smyth (1966) memberi batasan sifat kimia untuk tanaman kakao sebagai berikut :
§  Kapasitas basa tertukar di permukaan tanah tidak kurang dari 12 me/100 gr tanah dan di lapis bawah tidak kurang dari 5 me/100 gr tanah.
§  Kandungan bahan organik pada lapisan 0-15 cm tidak kurang dari 3,0%
§  Kejenuhan basa pada horison di bawah permukaan, tidak boleh kurang dari 3,5%
§  Kandungan hara yang dapat dipertukarkan pada lapisan 0 – 15 cm cukup, yaitu :
-       Ca tidak kurang dari 8,0 me/100 gr tanah
-       Mg tidak kurang dari 2,0 me/100 gr tanah
-       K tidak kurang dari 0,24 me/100 gr tanah

            Untuk memberikan media pertumbuhan yang baik untuk bibit kakao yang akan ditanam, pada calon tempat tanaman kakao akan ditanam perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran yang cukup. Sebelum melakukan penanaman pada tanaman kakao, di wajibkan untuk kita membuat lubang tanam dahulu untuk tanaman kakao. Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kakao, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Tanah di lapangan sering terlalu mampat bagi perakaran bibit kakao untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Karena itu, kondisi yang relatif sama dengan kondisi di pembibitan perlu disiapkan di lapangan dengan cara mengolah tanah secara minimal atau dengan cara membuat lubang tanam. Dengan demikian diharapkan tanaman dapat beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya di lapangan.
            Cara pembuatan lubang tanam pada kakao yang benar, yakni pada umumnya ukuran lubang tanam untuk tanaman kakao adalah 60 x60 x60 cm. Ukuran ini sudah dianggap memadai untuk mendukung adaptasi perakaran bibit dengan kondisi lapangan. Namun, ukuran lubang tanam di tanah-tanah yang teksturnya lebih berat perlu diperbesar agar perakaran bibit memiliki waktu untuk beradaptasi lebih lama dengan lingkungan fisik perakaran. Di samping itu, lubang tanam sebaiknya tidak dibuat ketika tanah dalam keadaan sangat basah, terutama pada tanah bertekstur berat. Dalam kondisi sangat basah dinding lubang cenderung berlumpur ketika digali dan memadat ketika kering. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya lapisan kedap yang bisa menghambat perkembangan perakaran bibit. Selain itu, rembesan air hujan berlebih keluar dari lubang tanam sehingga kondisi kelembapan tanah di dalam lubang tanam cenderung berlebihan dan sebaliknya aerasi tanah berkurang.
            Menurut literatur yang ada yakni dari panduan budidaya kakao (2006), Lubang tanam dibuat 6 – 3 bulan sebelum tanam dengan cara membiarkan tanah galian teronggok di sekitar lubang 2 – 3 bulan. Tindakan ini bertujuan untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan unsur-unsur yang bersifat racun (toxic) berubah menjadi tidak meracuni (non-toxic). Paling lambat sebulan sebelum tanam tanah galian dikembalikan ke dalam lubang agar kondisi tanah berada dalam keseimbangan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya.
            Di dalam pembiaran tanah, yang masih belum di timbuh ke dalam ubang kakao, tanah di beri bahan organik, dan dicampur. Menurut Isroi (2008), pemberian bahan organik mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan . Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani, 2008). Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Bahan organik merupakan bahan penting dalam pasokan hara tanah dan meningkatkan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, dan biologi tanah. Sekitar dari setengah kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik yang merupakan sumber hara tanaman (Hakim dkk, 1986). Bahan organik ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. (Hardjowigeno, 1993) menjelaskan pengaruh bahan organik terhadap tanah dan pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut : i. Granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, ii. Sumber unsur hara bagi tanaman, iii. Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi), iv. Sumber energi bagi mikroorganisme, dan v. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air. Seperti tanaman lainnya, tanah tempat tumbuh tanaman kakao juga memerlukan bahan organik, agar dapat tumbuh dengan baik memerlukan bahan organik sebesar 3,5% pada kedalaman 0-15 cm.
            Bintara (2007) mengatakan bahwa Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm sebaiknya lebih dari 3%. Kadar tersebut setara dengan 1,75% unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Kulit tanaman kakao sangat potensial dijadikan sumber hara karena mengndung sejumlah unsur hara, setiap 900 kg kulit buah kakao dapat menghasilkan unsur hara setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg KCl dan 8 kg Kieserit.
            Dalam pembuatan lobang kakao, lapisan tanah topsoil dan subsoil digali dan dipisahkan. Selanjutnya tanah top soil dicampur dengan bahan organik. Setelah itu tanah didiamkan selama 2-3 bulan. Hal ini dilakukan agar bahan organik yang diberikan dapat terdekomposisi sehingga menurunkan C/N ratio. Saat C/N ratio mencapai 20 – 12 maka nutrisi akan bisa diserap oleh tanaman, jika lebih besar dari itu, maka tanaman tidak dapat menyerap nutrisi. Tanaman tidak dapat menyerap nutrisi karena nutrisi yang ada pada bahan organik masih dimanfaarkan oleh mikroba.
            Setelah tiga bulan, bibit tanaman ditanam dengan top soil diletakan dibagian bawah dan subsoil dibagian atas. Hal ini dilakukan agar akar tanaman yang berada di bawah dapat menyerap unsur hara yang berasal dari dekomposisi bahan organik. Untuk selanjutnya tanah subsoil akan menerima bahan organik yang berasal dari gulma maupun seresah daun tanaman kakao, begitu seterusnya sehingga jumlah bahan organik tetap terjaga.





DAFTAR PUSTAKA
Amran A, 2009. Studi Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi Dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) Di Kabupaten.

Daswir, 2010. Peran Seraiwangi Sebagai Tanaman Konservasi Pada Pertanaman Kakao Di Lahan Kritis. Bul. Littro. Vol. 21 No. 2, 2010, 117 – 128

Goenadi. H.D., B. Baon, Herman, dan A. Purwoto. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. 27 hlm.

Ika W., dkk., 2009. Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Kakao (Theobroma Cacao L.) Di Kebun Rumpun Sari Antan I, Pt Sumber Abadi Tirtasantosa, Cilacap, Jawa Tengah. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura.

James J, 1995. Komoditi Kakao Peranan dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius.

Sabarman dan Herman, 2010. Prospek dan Strategi Pengembangan Perkebunan Kakao Berkelanjutan di Sumatera Barat. Perspektif Vol. 9 No. 2 / Desember 2010. Hlm 94-105. ISSN: 1412-8004.

Susanto, 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan pengolahan hasil). Kanisius.

Tumpal H. Dkk, 1995. Budidaya Cokelat. Peneber Swadaya

Vien Sartika,2008. Uji Ketahanan Beberapa Klon Kakao (Theobroma Cacao L.) Terhadap Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella Sn. (Lepidoptera: Gracillaridae). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan.

Wahyudi T,2008. Kakao. Kanisius


Minggu, 04 November 2012

UJI DAYA SIMPAN BENIH DENGAN METODE RAM (Rapid Aging Method)


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
            Salah satu faktor penting yang menentukan tingkat hasil tanaman adalah benih. Benih bersama dengan sarana produksi lainnya seperti pupuk, air, cahaya, iklim  menentukan tingkat hasil tanaman. Meskipun tersedia sarana produksi lain yang cukup, tetapi bila digunakan benih bermutu rendah maka hasilnya akan rendah. Benih sebagai komoditi perdagangan dan unsur  yang baku mempunyai peranan penting dalam meningkatkan produksi. Dengan pengujian yang dilaksanakan itu perlu mendapatkan penstandaran, selain memudahkan distributor dan pengguna dalam penyediaan perawatan juga harus menjamin ketepatan, kebenaran persyaratannya. Hal ini untuk mencegah para pengguna benih dari segala resiko sehubungan dengan pemilikan dan pemakaian benih –benih tertentu. Penstandaran yang dilakukan suatu laboratorium harus diterima oleh laboratorium lain, dengan demikian produsen-produsen benih harus mengakui dan memperhatikan standar benih tersebut dalam usaha – usahanya, sehingga apa yang dimaksud dengan benih bermutu atau berkualitas yang diproduksi oleh suatu produsen akan memenuhi persyaratan.
            Benih setelah dipenen tidak selalu langsung dimanfaatkan atau di gunakan sebagai bahan tanam, tetapi sering kali benih disimpan untuk waktu yang cukup lama. Setiap benih memiliki kemampuan yang berbeda untuk kekuatan daya simpan. Misalkan benih ortodoks tidak tahan jika disimpan dengan kondisi lingkungan atau kelembapan yang tinggi, sedangkan benih rekalsitran tidak tahan jika disimpan pada kadar kelembapan atau kondisi kelembaan yang rendah. Benih ortodok, yang dapat disimpan lama pada kadar air rendah (4 – 8 %) dalam kondisi temperatur rendah (4 – 18 ÂșC dan RH 40 – 50%), dan benih rekalsitran yang tidak dapat disimpan lama (1 – 4 minggu) pada kadar air tinggi (20 – 50%) dan kondisi temperatur dan kelembaban yang sedang (18 – 20 ÂșC) dan kondisi temperatur dan kelembaban yang sedang (18 – 20 ÂșC, RH 50 – 60%).
Dalam melakukan pemanenan dan pengolahan biasanya digunakan beberapa alat-alat yang dapat menyebabkan kerusakan mekanis atau fisik pada benih apabila alat-alat tersebut penggunaannya kurang tepat. Kerusakan mekanis pada benih ditandai dengan rusaknya kulit benih, mudah terserang cendawan atau insek, mudah menyerap uap air sehingga tidak tahan disimpan. Sehingga perlusekali untuk diadakannya pengujian benih. Pengujian benih dilakukan untuk mengetahui mutu atau kualitas dari benih maupun kelompok benih. Benih yang telah mengalami kemunduran dapat dirangsang untuk berkecambah dengan perlakuan priming. Dengan mengetahui perlakuan priming maka dapat mengetahui cara merangsang benih untuk berkecambah.

1.2 Tujuan
Untuk menentukkan ketahanan benih terhadap daya simpannya dengan membuat kondisi yang menekan berupa kelembaban tinggi dan suhu tinggi.




BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan benih bermutu dalam budidaya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi karena populasi tanaman yang akan tumbuh dan diperkirakan sebelumnya, dari daya kecambah dan daya tumbuhnya. Mutu benih yang mencakup mutu fisik, fisiologis dan genetik dipengaruhi oleh proses penanganannya dari produksi sampai akhir periode simpan (Tatipata,dkk, 2004). Dengan demikian dapat diperkirakan jumlah benih yang akan ditanam dan benih sulaman. Benih dianggap bermutu tinggi jika memiliki daya tumbuh (daya berkecambah) lebih dari 80% (tergantung jenis dan kelas benih) (Mugnisjah dan Setiawan,1995).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 4, benih didefenisikan sebagai berikut : “ Benih tanaman, selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman”. Dari definisi di atas jelas bahwa benih dapat diperoleh dari perkembangbiakan secara generatif maupun secara vegetatif, yang diproduksi untuk tujuan tertentu, yaitu mengembang biakkan tanaman. Dengan pengertian ini maka kita dapat membedakan antara benih (agronomy seed / seed) dengan biji (grain) yang dipakai untuk konsumsi manusia (food steff) dan hewan (feed).
Menurut Kartasapoetra (1989), benih bermutu ialah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul dan memiliki daya tumbuh lebih dari 90%. Memiliki viabilitas atau dapat mempertahankan kelangsungan pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik atau mampu berkecambah juga tumbuh dengan normal. Disebut sebagai benih yang matang terdiri dari tiga struktur dasar yaitu embrio, jaringan penyimpan bahan makanan dan kulit benih. Embrio terdiri dari sumbu embrio yang mengandung daun lembaga atau kotiledon, plumula, hipokotil dan bahan akar. Jaringan penyimpan bahan makanan dari suatu benih mungkin dalam bentuk daun lembaga, endosperma atau perisperma.
Penggunaan benih bermutu dalam budidaya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi karena populasi tanaman yang akan tumbuh dan diperkirakan sebelumnya, dari daya kecambah dan daya tumbuhnya. Mutu benih yang mencakup mutu fisik, fisiologis dan genetik dipengaruhi oleh proses penanganannya dari produksi sampai akhir periode simpan. Dengan demikian dapat diperkirakan jumlah benih yang akan ditanam dan benih sulaman. Benih dianggap bermutu tinggi jika memiliki daya tumbuh (daya berkecambah) lebih dari 80% (tergantung jenis dan kelas benih) ( Sadjat, 1994 ).
Penyimpanan benih menjadi sesuatu yang penting karena setelah dipanen, benih biasanya tidak langsung ditanam melainkan harus menungggu saat tanam selama beberapa waktu. Selain itu benih seringkali harus diangkut dari suatu tempat ke tempat lain dengan menempuh jarak yang cukup jauh. Darjadi dan Harjono (1966) menyatakan bahwa pada dasarnya kegiatan penyimpanan benih itu bertujuan untuk: (1) menjaga dan melindungi benih agar tetap dalam keadaan baik selama disimpan, yaitu selama waktu dikumpulkan sampai ditanam di persemaian atau lapang, (2) melindungi benih dari kerusakan oleh burung, serangga dan binatang lain, dan (3) untuk mencukupi persediaan benih yang dibutuhkan selama waktu tidak musim buah, maupun panen yang tidak mencukupi kebutuhan (Yuniarti, N., 2002).
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur
dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat yang menyebabkan penurunan perkecambahan benih. Benih yang mempunyai vigor rendah menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Sehingga benih kedelai yang akan ditanam harus disimpan dalam lingkungan yang menguntungkan (suhu rendah) , agar kualitas benih masih tinggi sampai akhir penyimpanan (Egli dan Krony, 1996 cit. Viera et. al., 2001) dalam jurnal (Purwanti, S.,2004).
Faktor yang mempengaruhi daya simpan benih adalah faktor benih itu sendiri, faktor lingkungan fisik ruang, dan faktor jasad hidup diruang penyimpanan. Faktor lingkungan fisik di ruang penyimpanan yang perlu diperhatikan adalah temperatur dan kelembaban. Tingginya temperatur menyebabkan semakin tinggi laju respirasi sehingga mempercepat kemunduran benih, sedangkan kelembaban berpengaruh terhadap kadar air benih dan aktifitas mikroorganisme (Setiawan, 2010). Darjadi dan Harjono (1966), menyatakan bahwa pada dasarnya kegiatan penyimpanan benih itu bertujuan untuk: (1) menjaga dan melindungi benih agar tetap dalam keadaan baik selama disimpan, yaitu selama waktu dikumpulkan sampai ditanam di persemaian atau lapang, (2) melindungi benih dari kerusakan oleh burung, serangga dan binatang lain, dan (3) untuk mencukupi persediaan benih yang dibutuhkan selama waktu tidak musim buah, maupun panen yang tidak mencukupi kebutuhan.
Selain itu, Menurut ISTA (2005) persyaratan media kertas untuk pengujian viabilitas antara lain harus memiliki kapasitas menahan air yang cukup selama periode pengujian benih untuk memastikan kontinuitas suplai air bagi pertumbuhan benih. Optimasi media terutama kelembabannya, selain ditentukan oleh jenis kertas dan ketebalannya (jumlah lembar kertas/unit media), juga ditentukan oleh ukuran benih yang akan diuji. Ukuran benih merupakan faktor penting karena jumlah air yang diperlukan untuk pertumbuhan benih berukuran besar berbeda dengan benih berukuran kecil ( Suwarno F.C., & Deni B.S.,2009).



BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu
       Acara praktikum Uji Daya Simpan Benih Dengan Metode Rapid Aging Method (RAM) bertempat di Laboratorium Teknologi Benih Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember pada tanggal 3 April 2012  pukul 14.00 WIB.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.    Benih Jagung
2.    Benih Kedelai

3.2.2 Alat
1.    Substrat kertas merang
2.    Plastik
3.    Beaker glass
4.    Krisper plastik
5.    Termometer
6.    Alat pengukur RH
7.    Alat pengukur kadar air benih atau tester
8.    Inkubator
9.    Alat pengecambah

3.3 Cara kerja
1.    Menyiapkan bahan dan alat yang dipergunakan.
2.    Mengukur kadar air benih yang akan disimpan dengan alat pengukur kadar aiar atau dengan metode oven.
3.    Memasukkan lembaran kertas merang yang basah dalam dasar krisper dan menutup bagian dalam krisper, memberi lapisan kertas merang yang kering umtuk menyerap air yang berkondensasi.
4.    Meletakkan benih yang akan diuji dalam beaker glass terbuka dan memasukkan dalam krisper dengan keadaan tertutup (ada dua ulangan).
5.    Menempatkan krisper dalam inkubator yang berkecamabah nisbi (RH) 100% dan suhu 400C   selama empat (4 x 24 jam). Sebagai pembanding (kontrol) memasukkan benih dalam kaleng dan menutup rapat.
6.    Menanam masing-masing benih sebanyak 25 butir dalam sustrat kertas dengan uji UKDdp.

3.4 Rencana Evaluasi
1.    Mengamati kecambah normal dan mati pada hari ke-3 (3 x 24 jam) dan ke-5(5 x 24 jam) serta membuang kecambah yang sudah teramati.
2.    Menghitung kekuatan berkecambah benih berdasarkan presentase kecambah normal pada hari ke-3 (3x24 jam) sebagai nilai kecepatan berkecambah dan hari ke-5(5x24 jam) sebagai nilai daya berkecambah.
3.    Melaksanakan analisis hasil percobaan  dengan membedakan 2 macam perlakuan (kontrol dan RAM) secara tidak berpsangan (unpaired comparison).
4.    Membandingkan secara tersendiri benih jagung dan kedelai serta memberikan kesimpulan saudara benih mana yang tahan disimpan dengan perlakuan metode RAM. Apabila benih jagung atau kedelai yang berkecambah normal ke-5 ≥ 75% dikategorian benih mempunyai vigor daya simpan tinggi.


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Jenis Benih
Metode Simpan
UL
Perkecambahan
Hari ke-3
Hari ke-5
Normal
BT
Normal
Abnormal
Mati
Jagung
Kontrol
1
 15
10
13
3
9
2
18
7
10
7
8
3
14
11
15
2
8
RAM
1
13
12
8
2
15
2
6
19
6
4
15
3
11
14
10
5
10
Kedelai
Kontrol
1
14
11
12
4
9
2
9
16
5
5
15
3
15
10
10
4
11
RAM
1
0
25
0
0
 25
2
0
25
0
0
 25
3
1
24
0
0
25


4.2 Pembahasan
Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemundurannya tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan. Sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Penelitian terdahulu menemukan bahwa varietas kedelai berbiji sedang atau kecil umumnya memiliki kulit berwarna gelap, tingkat permeabilitas rendah, dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi penyimpanan yang kurang optimal dan tahan terhadap deraan cuaca lapang dibanding varietas yang berbiji besar dan berkulit biji terang (Mugnisyah, 1991). Sukarman dan Raharjo (2000), melaporkan bahwa varietas kedelai berbiji kecil dan kulit berwarna gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 42oC dan kelembaban 100%) dibanding varietas berbiji besar dan berkulit terang.  Suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan, yang diperungaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembaban nisbi ruangan. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding suhu tinggi.
            Benih dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok benih ortodoks, benih rekalsitran, dan benih intermediate (diantara). Pengelompokan tersebut di dasarkan pada kepekaan terhadap pengeringan dan suhu. Benih ortodoks relatif toleran dan tahan terhadap pengeringan, benih rekalsitran peka terhadap pengeringan, sedangkan benih intermediete berada antara kedua sifat benih tersebut. Benih ortodok tahan untuk pengeringan sampai kadar air mencapai 5 % dan dapat disimpan pada suhu rendah. Daya simpan benih dapat diperpanjang dengan menurunkan kadar air benih dan suhu lingkungan. Sedangkan benih rekalsitran tidak tahan apabila disimpan pada suhu dibawah 20oC. Beberapa jenis spesies tanaman tropis yang mempunyai sifat rekalsitran atau peka pada terhadap suhu yang rendah adalah kemiri, kakao, karet, kelapa, palma, dan lainnya. Dan untuk benih intermediete adalah benih yang memiliki kedua sifat di atas, hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan. Jika kondisinya menguntungkan, maka benih intermediet dapat mampu terus disimpan tetapi jika kondisi tidak mendukung maka benih tersebut akan mengalami kemunduran.
            Jenis benih yang memiliki tipe ortodoks tidak boleh terkena cahaya langsung pada saat penyimpanan karena cahaya yang diterima oleh benih akan merangsang benih untuk berkecambah. Benih ortodoks dapat disimpan lama pada kadar air 6-10% atau dibawahnya. Penyimpanan dapat dilakukan dengan menggunakan wadah seperti : karung kain, toples kaca/ plastik, plastik, laleng, dll. Setelah itu benih dapat di simpan pada suhu kamar atau pada temperature rendah “cold storage” umumnya pada suhu 2-5oC.
            Sedangkan Benih rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam penyimpanan kadar air benih perlu dipertahankan selama penyimpanan. Penyimpanan dapat menggunakan serbuk gergaji atau serbuk arang. Caranya yaitu dengan memasukkan benih kedalam serbuk gergaji atau arang.
            Di dalam praktiku ini kita menggunakan metode RAM. Rapid Aging Method (RAM ) atau Metode Pengusangan Cepat (MPC) merupakan salah satu cara mengetahui percepatan penurunan kualitas benih  misalnya simulasi pengusangan dengan kelembaban tinggi dan suhu tinggi . Perlakuan kelembaban tinggi dan suhutinggi pada benih merupakan salah satu upaya devigorasi, yaitu benih ditempatkan pada kondisi yang tidak menguntungkan sehingga viabilitasnya cepat menurun. Kelembaban dan suhu tinggi akan berpengaruh buruk terhadap tampilan vigor benih. Kondisi tersebut menyebabkan perubahan sifat molekul makro yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim, membran sel, mitokondria serta organel-organel sel lainnya yang berperan dalam metabolisme perkecambahan. Selama penyimpanan benih, proses fisiologis tetap berlangsung sehingga harus diusahakan agar proses ini berjalan seminimal mungkin (Hendarto, 1996). Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan viabilitas awal sebelum benih disimpan. Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat penyimpanan (Sutopo, 1988).           
Ada bebrapa Faktor yang dapat mempengaruhi terhadap kualitas fisik-fisiologik benih akibat penyimpanan adalah penuaan benih. Penuaan benih dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
SUHU
Suhu udara dapat mempengaruhi proses biokimia maupun organisme lainnya untuk aktif. Proses biokimia serta aktifitas serangga, jamur dan bakteri dapat terhambat pada kondisi suhu di bawah 8-10 derajat C. Pada kondisi demikian dapat mengakibatkan kerja enzim yang terkandung di dalam benih dalam fase istirahat, sehingga dengan demikian baik enzim yang terdapat di dalam benih, serangga, bakteri maupun jamur tidak aktif. Olehk arena itu, benih dapat aman apabila dikondisikan pada suhu tersebut.
KADAR AIR
Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan proses pembusukan benih. Hal ini disebabkan air yang terlalu tinggi dapat merangsang untuk aktifnya enzim yang terdapat di dalam benih, sehingga dapat mengakibatkan pembusukan yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri.
TEKANAN OKSIGEN
Oksigen diperlukan benih untuk melakukan proses respirasi. Benih-benih yang disimpan sebaiknya diberikan tekanan yang cukup untuk mempertahankan viabilitas benih (dormansi benih). Tekanan yang terlalu rendah kurang baik bagi benih karena dengan tekanan yang rendah disertai kadar air yang tinggi dapat merangsang aktifitas jamur dan bakteri yang anaerob. Sedangkan tekanan yang tinggi juga dapat mengakibatkan overrespirasi yang dapat menyebabkan benih menjadi kopong akibat cadangan makanan serta enzim terlalu aktif untuk melakukan proses respirasi.
CAHAYA
Jenis benih yang memiliki tipe ortodoks tidak dapat dipengaruhi oleh cahaya pada saat pentimpanan. Jenis-jenis benih yang foto-dormansi, yaitu benih yang akan berkecambah pada saat ada ransangan cahaya harus diperhatikan dalam proses penyimpanan. Karena cahaya yang diterima oleh benih akan merangsang benih untuk berkecambah. 
Maka dari itu, Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada saat melaksanakan penyimpanan benih harus memperhatikan beberapa teknik yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan benih agar mutu benih dapat terjaga dengan baik, yaitu diantaranya: (1) Jaga kelembaban benih. Benih rekalsitran berasal dari buah yang berdaging. Ambil dan taruh benih dalam air dan biarkan beberapa hari sehingga benih dmenyerap banyak air dan memungkinkan benih disimpan lama, (2) Hati-hati dengan jamur. Perlu diberikan fungisida yang cocok ke dalam air dimana benih direndam dan harus dilakukan sebelum air habis untuk menghindari kerusakan benih, (3) Simpan benih dalam keadaan dingin, gelap dan cukup sirkulasi udara untuk membatasi perkecambahan, (4) Gunakan benih sesegera mungkin. Pada umumnya penyimpanan akan tahan selama beberapa hari sampai beberapa minggu.
Ada beberapa upaya untuk menjaga benih agar mutunya tetap terjaga. Dimana, Penyimpanan benih pada jenis benih ortodoks terdapat beberapa hal berikut yang harus diperhatikan, yaitu : 1).        Menyimpan benih dalam keadaan kering dan sirkulasi udara yang cukup. Benih harus disimpan dalam wadah tertutup sehingga akan tetap kering, misal pada kantong politon yang tebal, toples, atau kaleng yang ditutup rapat; 2).   Menyimpan benih pada tempat yang sejuk dan kering. Penyimpanan yang digunakan dalam benih ortodoks adalah alat penyimpan benih yang dapat mengontrol kondisi lingkungannya;dan 3) Menjaga wadah agar tetap dingin dengan suhu penyimpanan benih 3-5ÂșC untuk mengurangi penguapan, serangan serangga dan jamur.
Sedangkan untuk penyimpanan benih rekalsitran, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1) . Memberikan fungisida yang cocok ke dalam air untuk mencegah terjadinya serangan jamur yang dapat merusak benih; 2) Karena benih rekalsitran berasal dari buah yang berdaging, maka mengambil dan meletakkan benih dalam air dan biarkan beberapa hari sehingga benih dapat menyerap banyak air dan memungkinkan benih disimpan lama; 3) .         Menyimpan benih tidak dalam waktu yang lama dan segera menggunakannya. Pada umumnya penyimpanan benih rekalsitran akan tahan selama beberapa hari sampai beberapa minggu saja; dan 4) Menyimpan benih dalam keadaan dingin, gelap dan cukup sirkulasi udara untuk membatasi perkecambahan.

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Setelah melakukan praktikum uji benih dengan menggukan metode RAM ini, didapat bahwa Benih jagung memiliki viabilitas lebih tinggi dibandingkan benih kedelai dalam kondisi sama-sama mendapatkan perlakuan metode RAM. Selain itu, Pengujian daya simpan benih  menggunakan RAM sangat kurang efektif dan efisien karena hasil yang duperoleh tidak bisa bipertanggung jawabkan atau keakuratannya <75%.  Maka dari itu, Untuk mempertahankan viabilitas benih, kita harus memperhatika faktor-faktor yang dapat menjada mutu benih, dimana tempat penyimpanan merupakan faktor yang sangat menentukan, dan penyimpanan hendaknya dikerjakan untuk memelihara biji dalam keadaan dormansi, yaitu menahan pertukaran air dan udara dari luar dan memelihara hidupnya embrio.

5.2 Saran
            Pada praktikum kali ini sebaiknya benih yang digunakan bukan lah benih untuk konsumsi atau biji, sehingga data yang di hasilkan akan lebih valid. Disamping itu, hendaknya dalam melakukan pengujian RAM ini, kita harus menerapkan  ketelitian yang tinggi dan memperhatikan ukuran kadar air yang sesauai. Sehingga, hasil yang diperoleh juga akan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA
Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2004. Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. 255 Hal.

Kartasapoetra, A, G. 1989. Teknologi Benih. Bina Aksara. Jakarta.

Magnisjah, W. dan Setiawan A. 1995. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta. 

Purwanti,S. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam Dan Kedelai Kuning. Ilmu pertanian 11 (1) : 22-31, 2004
Sadjad, s.1994. Kuantifikasi metabolisme benih. Pt widia Sarana indonesia, jakarta. 145pp.

Setiawan, A. 2010. Kemunduran Benih Ortodoks dan Rekalsitrant. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suwarno F.C., & Deni B.S.,2009. Efisiensi Beberapa Substrat dalam Pengujian Viabilitas Benih Berukuran Besar dan Kecil. J. Agron. Indonesia 37 (3) : 249 – 255.

Yuniarti, N. 2002.  Metode Penyimpanan Benih Merbau (Intsia bijuga O. Ktze). Manajemen Hutan Tropika VIII (2) : 89-95, 2002